TIGA BIDADARI DI RUMAH ABI

 

 
Kami menikah 21 Januari 2001 tanpa proses pacaran. Sederhana tapi indah Allah subhanawata'ala mempertemukan kami. Diusia pernikahan memasuki bulan kelima aku baru mengandung putraku yang pertama Fikri Azis yang lahir di bulan Februari 20002. Tiga tahun kemudian dibulan yang sama lahir putri keduaku Qonita Nurul Izzah. Serasa sempurna keluargaku karena aku sudah memiliki putra dan putri. Dalam rancangan kami ingin memiliki empat anak, dua pasang. 

Sambil membesarkan kedua anakku aku jeda dulu sekitar lima tahun untuk hamil lagi. Namun setelah berniat memiliki anak lagi ternyata menunggunya cukup lama. Putriku sangat ingin memiliki adik. Lima tahun berlalu aku tak jua hamil, hingga sepuluh tahun pun sudah terlewati. Hingga suatu hari anak keduaku menyatakan kepasrahannya jika memang tak bisa punya adik. Qonita memang senang dengan anak kecil. Dia selalu mudah bersosialisasi dan cepat akrab dengan anak kecil. Oleh karen itu, ia ingin punya adik sendiri tapi harapannya tak jua terwujud.

Usiaku sudah semakin mendekati  kepala empat. Aku pun merasa sudah sangat tipis haraan untuk bisa hamil lagi. Aku hanya bisa memberi pemahaman kepada putri keduaku bahwa jika Tuhan berkehendak pasti akan terkabul.

 Waktu terus berjalan hingga diusia 42 tahun aku positif hamil. Masyaallah, antara bahagia dan cemas hamil diusia empat puluhan. Aku banyak mencari informasi di internet tentang kehamilan diusia empat puluh. Secara medis pun masih bisa terjadi hamil di usia tersebut. Bahkan dalam sejarah istri nabi Ibrahim yang bernama Sarah hamil diusia 60 tahun. Ini menambahkan keyakinanku bahwa keadaanku dan bayi yang kukandung akan baik-baik saja. 

Namun, kegelisahan kembali menghampiriku kala aku membaca artikel tentang resiko hamil di usia 40 tahun ke atas. Saat kehamilan berlanjtu, wanita hamil usia 40 tahun atau lebih memiliki resiko lebih tinggiyaitu  mengalami komplikasi terkait kehamilan, seperti meningkatnya resiko kelahiran prematur, berat badan rendah, atau lahir dengan kelainan atau cacat. Namun, setelah mendapat pencerahan dan semangat dari abi, suamiku, aku yakin melalui masa kehamilan ini dengan baik. Dan kami mempersiapkan mental jika nanti bayi yang lahir ada kelainan kami akan menerima dengan ikhlas dan mengasuhnya dengan baik.

Selama menjalani kehamilan akan ketiga di usia yang tak lagi muda ini alhamdulillah aku merasa lebih banyak diberi kemudahan. Tidak mengalami mual yang berarti, aktifitas mengajar nun jauh di puncak Gayau kabupaten Tanggamus, Lampung tepatnya di SMPN 1 Limau pun bisa dijalani dengan tetap semangat. Padahal jalan yang harus dilalui rusak parah. Kekuasaan Allahlah janinku tetap aman dan sehat. Terbukti setiap periksa kehamilan aku tidak ada keluhan dan malah dokter menyarankan untuk tidak datang ke kliniknya setiap bulan, cukup ke bidan saja.

Menjalani kehamilan kali ini aku memang lebih sering ke dokter kandungan bahkan berniat melahirkan di rumah sakit bukan di bidan seperti sebelumnya. Ini kulakukan karena menyadari usiaku. Namun, alhamdulillah 29 Juni 2019 diusia 43 tahun aku melahirkan normal. Tidak jadi di rumah sakit karena aku malah merasa tegang. Aku lebih nyaman melahirkan di klinik bidan.
Seumur hidup baru kali ini aku diinfus karena tidak bisa dipungkiri seusiaku ini melahirkan perlu tenaga ekstra.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membiasakan Sarapan bagi si Kecil

Kolesterol Perlu Dikontrol