PELUANG KEBAIKAN YANG TERTUNDA

 TULISAN KE-26



Hari ini masih dalam suasan liburan sekolah. Namun, kami  para guru harus berangkat ke sekolah untuk melanjutkan tugas kami selama bimtek  Implementasi Kurikulum merdekapekan lalu. Narasumber saat itu menyampaikan materi tentang Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP). Untuk itu, kami harus duduk bersama untuk menyelesaikan tugas tersebut. Kami akan bermusyawarah bersama pukul 09.00.

Pagi tadi matahari sangat cerah. Pukul 06.30 sudah terlihat sangat terang. Cahaya matahari sudah menerobos ingin segera menampakkan teriknya. Seperti biasa aku berangkat sekolah berboncengan motor bersama Bu Sopi. Kendaraan kami melaju agak kencang karena hari sudah tampak siang. Kami khawatir tertinggal mobil yang akan membawa kami ke Limau, ke sekolah kami. 

Jalanan tampak lengang karena tak seperti biasanya kami tidak  berpapasan dengan anak-anak yang hendak berangkat ke sekolah. Mereka masih menikmati masa liburannya. Hanya ada beberapa kendaraan yang kami jumpai. Menuju Pardasuka tempat di mana kami transit beralih naik angkutan umum perjalanan cukup lancar. Sampai di sana sekitar pukul 07.30 Bu Sopi memarkirkan motornya di sebuah toko sembako tempat biasa menitipkan motor. 

Mobil yang akan kami tumpangi belum datang. Aku dan Bu Sopi menunggu mobil di sebuah warung seberang minimarket. Biasanya jika mobil datang sopirnya akan berhenti terlebih dahulu untuk sarapan di warung uduk milik teteh langganan kami. Maklum sopir dan keneknya berangkat dari Badar Lampung setelah shubuh. 

Selama menunggu mobil angkutan kami, saat aku dan Bu Sopi sedang berbincang, tiba-tiba saja aku  melihat seorang kakek berpakaian kemeja panjang warna biru dan sarung kotak-kota oren kecoklatan, berjalan dari arah tempat kami menunggu mobil angkutan. Entah dari mana kakek tersebut. Kakek itu berjalan dengan dibantu sebuah kursi plastik. Tampaknya kakek itu sudah kesulitan berjalan, mungkin menderita stroke sehingga perlu alat bantu jalan.  Kakinya yang legam terlihat bengkak. Tapi kenapa kakek ini sendirian? Dari mana dan hendak ke mana beliau? Aku sudah tak konsentrasi lagi berbincang dengan bu Sopi. Pikiran sudah melayang ke ibuku yang menggunakan tongkat bercabang tiga. Kakek ini harusnya menggunakan tongkat bukan kursi plastik seperti itu. Tubuhnya jadi lebih menunduk, berjalan beberapa meter pasti sangat melelahkan dengan kondisi seperti itu. Di mana rumahnya? Masih jauhkah? Apakah sangat tidak mampu sehingga tidak menggunakan alat bantu jalan yang layak? 

Pikiranku dan perasaanku terus berkecamuk. Aku dan beberapa teman yang sering menggalang donasi untuk waqaf buku, sembako, dan membantu mereka yang tidak mampu, yang sakit dan sebagainya, merasa tak mampu berbuat apa-apa. Sementara ada kakek renta berjalan tertatih  hanya menggunakan kursi plastik. Berjalan di tepi jalan raya yang banyak kendaraan lalu lalang. Astaghfirullah, kutepis pikiran-pikiran negatifku.  

Tak lama kemudian mobil yang kami tunggu datang. Kembali aku dan bu Sopi melanjutkan perjalanan  ke sekolah. Melewati kakek tadi yang masih tertatih. Seandainya aku tidak diburu waktu untuk ke sekolah yang jarak tempuhnya 1,5 jam, aku akan cari informasi tentang kakek itu. Ah, mengapa aku menunda peluang  kebaikan yang belum tentu datang dua kali? Semoga esok masih punya kesempatan untuk mengatahui siapa kakek itu?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJENAK MENGENANG BECAK

Kolesterol Perlu Dikontrol

Manfaat Marah Setelah Memaafkan